PPTIK FORUM
Sang Pembawa Pancasila - Printable Version

+- PPTIK FORUM (http://forum.pptik.id)
+-- Forum: JABAR MASAGI (http://forum.pptik.id/forumdisplay.php?fid=840)
+--- Forum: Praktik Baik (http://forum.pptik.id/forumdisplay.php?fid=841)
+--- Thread: Sang Pembawa Pancasila (/showthread.php?tid=68471)



Sang Pembawa Pancasila - slbcsumbersari - 09-21-2021

Pagi itu cuaca kota Bandung sangat cerah. Matahari bersinar dengan gagahnya. Langit terlihat bersih dan jernih. Awan-awan berarak mengikuti angin.
Jalanan mulai terlihat padat. Mobil dan motor berjejal memadati Jalan Jakarta hari itu.
Maklum, hari itu hari Senin, yang entah kenapa jalanan selalu lebih padat dari biasanya.
Di sudut jalan, terlihat seorang ibu mengayuh sepedanya. Di belakangnya ada anak laki-laki memegang pinggang ibunya.
Anak laki-laki itu berbadan gemuk, kulitnya coklat dan matanya bulat. Bila tersenyum, terlihat manis sekali.
“Mama, cepet! Nanti kesiangan!” ujar si anak laki-laki.
“Iya” jawab ibunya.
Ibunya terlihat mengayuh sepeda semakin cepat. Seakan-akan mengejar waktu yang terlambat.
Kemudian mereka berhenti di salah satu Sekolah Luar Biasa di daerah Antapani.
Tanpa basa basi si anak langsung turun dari sepeda. Meninggalkan ibunya yang tengah memarkirkan sepedanya.
Si anak buru-buru masuk ke kelas kemudian menyimpan tasnya. Lalu dia bergegas menuju lapangan.
Hari Senin memang selalu diadakan upacara di sekolah itu.
“Adi?” Seseorang dengan suara lembut memanggil anak itu.
Ternyata Bu Lina, wali kelas 4 di sekolah itu sekaligus wali kelas Adi.
“Ayo sini, upacara sebentar lagi akan dimulai” Bu Lina mengajak Adi untuk berbaris di lapangan.
Adi, si anak laki-laki itu melihat ke sekeliling. Teman-temannya sudah berbaris di dekatnya.
Beberapa temannya terlihat di depan sedang dipakaikan topi dan selempang bertuliskan “Petugas Upacara”.
Tiba-tiba ada keinginan untuk ikut tampil di depan.
Kemudian Adi berkata, “Aku ingin jadi itu.” Adi menunjuk teman-temannya yang menjadi petugas upacara.
“Kamu mah ga bisa, kamu kan belum bisa baca.” kata teman sekelas Adi, Nala.
“Tapi Adi mau.. Bu Lina, Adi mau!” teriak Adi sambil merengek.
Bu Lina yang sedang memakaikan selendang kepada petugas upacara terlihat berbalik dan menghampiri Adi.
“Ada apa Adi?” tanya Bu Lina.
“Itu Adi ingin jadi petugas upacara, tapi kan dia belum bisa baca kan bu, jadi ga bisa” kata Nala menjawab.
“Tapi Adi ingin Bu,” kata Adi lirih.
“Oh Adi ingin jadi petugas upacara ya? Ayo sini ikut ibu.”
Bu Lina membawa Adi menuju barisan petugas upacara. Diberikannya sebuah map bertuliskan “Pancasila”.
“Nanti Adi ketika dengar petugas bilang pembacaan teks Pancasila, Adi jalan ke depan lalu kasihkan ini ke Pembina upacara ya”
“Ohiya bu!” Kata Adi bersemangat. Bu Lina pun memakaikan topi dan selendang tanda Adi menjadi petugas upacara hari itu.

Upacara pun dimulai.
Terlihat wajah Adi sedikit tegang. Matanya melirik ke sana kemari. Kemudian matanya tertuju kepada ibunya yang berdiri di belakang.
Upacara di sekolah itu memang selalu mengikutsertakan para orang tua siswa. Terlihat ibunya tersenyum kecil. Tanda dukungan pada si anak.
Mata Adi kemudian melirik ke barisan guru. Dilihatnya Ibu Lina sedang mengacungkan jempol ke arahnya. Adi menjadi lebih bersemangat. Dia yakin dia bisa.
Tibalah giliran Adi.
“Pembacaan teks Pancasila oleh pembina upacara dan diikuti oleh seluruh peserta upacara” kata sang moderator.
Kemudian Adi mulai maju berjalan dengan tegap dan penuh percaya diri.
Diberikannya teks Pancasila kepada pembina upacara dan dia berdiri di samping kanannya.
Adi melihat ke depan. Terlihat ibunya mengambil ponsel dan memotretnya. Adi tersenyum gembira.
Setelah selesai pembacaan teks Pancasila, Adi kembali berjalan dengan tegap ke tempat semula.
Dia merasa senang dan bangga. Karena berhasil membawakan teks Pancasila ketika upacara.
Upacara pun selesai. Petugas upacara membereskan topi dan selendangnya. Bu Lina menghampiri Adi.
“Adi hebat!” kata Bu Lina sambil mengacungkan dua jempolnya.
Adi tersenyum nyengir. Tiba-tiba ibunya datang menghampiri Bu Lina, “Makasih Bu. Tadi Adi jadi petugas upacara. Saya bangga dan senang.”
Bu Lina tersenyum. “Sama-sama, Bu. Alhamdulillah Adi anak yang berani.”
Kemudian Bu Lina dan Adi pun pergi menuju kelas.
Adi merasa matahari makin bersinar terang, mungkin seterang hatinya.


Penulis : Aryanti, S.Pd.
Unit Kerja : SLB C Sumbersari Kota Bandung